PENERBIT SAHIFA BERKOMITMEN TERUS KONSISTEN DAN FOKUS MENGGALI KHAZANAH KITAB-KITAB ULAMA NUSANTARA
TENTANG KAMI
Penerbit Sahifa lahir pertengahan 2015. Kami hadir dari fase kesunyian mengenal jati diri masyarakat Islam di Nusantara. Selama ini, kitab-kitab yang banyak beredar di pasar buku adalah terjemahan dari karya-karya ulama Arab baik klasik maupun kontemporer, sehingga Kami merasa perlu juga menghadirkan karya ulama-ulama kita sendiri sebagai pembanding. Karena sebuah karya memiliki sejarah historis tersendiri, mewakili konteks sosio-historis dan dinamika-politis di mana dan pada masa apa ia ditulis.
Ikhtiar Penerbit Sahifa mengenalkan kembali kepada masyarakat Muslim, bahwa guru dari guru-guru kita dahulu, bila kita telusuri kembali, mereka juga produktif menulis karya-karya keilmuan Islam baik dalam bidang aqidah, fiqih, akhlak, bahasa, dan lainnya. Dari para ulama Nusantara-lah, kita bisa melacak jejaring (sanad) keilmuan kita bisa bersambung hingga Rasulullah Saw. Kami bertekad menerbitkan kembali sebagian karya-karya ulama Nusantara dan mengalihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, dengan penulisan yang mudah dicerna dan mencerahkan, sehingga bisa menjangkau lebih banyak kalangan Muslim.
Tentunya, Sahifa yang baru berumur jagung ini mengharap sebesar-besar doa dan dukungan kepada sidang pembaca. Kritik dan saran Anda senantiasa kami perlukan untuk perbaikan upaya penerbitan kembali karya-karya Ulama Nusantara. Usulan dan masukan karya-karya Ulama Nusantara juga kami tunggu, karena kerja penelusuran kami terbatas sehingga membutuhkan partisipasi sidang pembaca.
PERLUNYA KARYA-KARYA ULAMA NUSANTARA DITERBITKAN KEMBALI
Penerbit Sahifa, setidaknya punya tiga alasan kenapa karya-karya ulama Nusantara perlu diterbitkan kembali:
Pertama, ulama-ulama kita terdahulu juga memiliki karya-karya monumental yang patut digali dan diajarkan kembali bagi masyarakat Islam di tanah air. Kehadiran karya-karya ini juga bisa memotivasi kita, untuk terus menghidupkan geliat dunia kepenulisan kita terus hidup dan berkembang menuju kemajuan Islam yang Rahmatan lil ‘alamin.
Kedua, kebanyakan kitab ulama Nusantara ditulis dalam bahasa Arab dan Arab Pegon (Melayu/Jawa). Menggunakan bahasa Arab, karena sebagai respons intelektual atas karya ulama Arab terdahulu, di samping juga mereka menulis karya sewaktu berada di tanah Arab. Menggunakan bahasa Arab Pegon (Melayu/Jawa), sebagai strategi dakwah yang taktis, disesuaikan dengan kondisi umat pada masa itu. Di samping juga faktor tekanan penjajah yang melarang beredarnya buku aksara Jawa yang berisi dakwah Islam, sehingga berpotensi besar menimbulkan semangat makar rakyat terhadap penjajah.
Ketiga, kitab-kitab ulama Nusantara pada awal abad 20, justru diterbitkan oleh penerbit di Timur Tengah, India, dan Singapura. Hal ini menunjukkan bahwa kapabilitas keilmuan ulama Nusantara dahulu diakui oleh kalangan umat Islam seantero dunia.